indahnya pahala menahan marah..^^

Siapa yang menahan marah, padahal ia boleh melepaskan
kemarahannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan
memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian,
disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu
Dawud – At-Tirmidzi)

Tingkat kekuatan seseorang dalam menghadapi kesulitan
hidup memang berbeza. Ada yang mampu menghadapi
kesusahan dengan perasaan tenang. Namun, ada pula
orang yang menghadapi persoalan kecil saja dianggapnya
begitu besar. Semuanya bergantung pada kekuatan
ma’nawiyah (keimananan) seseorang.

Pada dasarnya, tabiat manusia yang berbagai: keras dan
tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor,
berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya
berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki
keteguhan iman akan menghadapi orang lain dengan sikap
pemaaf, tenang,dan lapang dada.

Adakalanya, kita merasa begitu marah dengan seseorang
yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu
memuncak seolah jiwa kita hilang sedar. Kita merasa
tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan
marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah.
Na’udzubillah .

Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap
Nabi saw. Dengan maksud ingin meminta sesuatu pada
beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat
baik padamu."

Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para
sahabat merasa tersinggung, lalu ngerumuninya dengan
kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka
bersabar.

Kemudian, Nabi saw. pulang ke rumah. Nabi kembali
dengan membawa Barang tambahan untuk diberikan ke
Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik
padamu?"

Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas
kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."

Keesokan harinya, Rasulullah saw. bersabda kepada para
sahabat, "Nah,kalau pada waktu Badwi itu berkata yang
sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar
lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun,
karena saya layan dengan baik, maka ia selamat."

Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah
untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun.
Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan
tugasnya dengan taat dan redha.

Rasulullah saw memberikan contoh kepada kita tentang
berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran
seorang Badwi yang memang demikianlah sikapnya. Kalau
pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi,
tentu hal itu bukan kezaliman. Namun, Rasulullah saw.
tidak berbuat demikian.

Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap
yang ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, baginda
ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang
dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa
pun.

Adakalanya, Rasulullah saw. juga marah. Namun,
marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia
lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan karena
kehormatan agama Allah.

Rasulullah saw. bersabda, "Memaki-maki orang muslim
adalah fasik (dosa),dan memeranginya adalah kufur
(keluar dari Islam)." (HR.Bukhari)

Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka
mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR.
Turmudzi)

Seorang yang mampu mengawal nafsu ketika marahnya
memuncak, dan mampu menahan diri di kala mendapat
ejekan, maka orang seperti inilah yang diharapkan
menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya
maupun masyarakatnya.

Seorang hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak
akan mampu memutuskan perkara dengan adil.

Dan, seorang pemimpin yang mudah tersalut nafsu
marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar
bagi rakyatnya. Lalu ia akan sentiasa menimbulkan
sikap permusuhan dalam masyarakatnya.

Begitu juga pasangan suami-isteri yang tidak memiliki
ketenangan jiwa. Mereka tidak akan mampu melayarkan
bahtera hidup. Karena, masing-masing tidak mampu
memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.

Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan subur
dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa
besarnya. Subur pula rasa kesedaran dan kemurahan
hatinya.

Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi
sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang
bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi
haknya.

Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya,
menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan
yang tidak patut.

Wajib baginya,melatih diri dengan cara membersihkan
dirinya dari penyakit-penyakit hati.Seperti, ujub dan
takabur, riak, sum’ah, dusta, mengumpat dan lain
sebagainya.

Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan
ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan darjat yang
tinggi di sisi Allah swt.

Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah saw. bersabda,
"Apakah tiada lebih baik saya memberitahu tentang
sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung
dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat
menjawab, "Baik, ya Rasulullah.

Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu
terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka
memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu.
Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah
memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau
bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan
hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani)

Sabdanya juga, "Bahwasanya seorang hamba apabila
mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke
langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya.
Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci
pula pintu-pintu bumi itu baginya.

Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka,
apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada
yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau
benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila
tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk
(kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud)

Leave a comment